Halaman

Jumat, 23 Desember 2011

Penerima Nobel itu adalah Bapak Para Warga Miskin

Prof. Muhammad Yunus, Ph.D.
Nama beliau adalah Muhammad Yunus, lahir di desa Bathua, Hathazari, Chittagong, sebelah timur Kota Bengal, Bangladesh pada 28 Juni 1940. Ayahnya adalah seorang pandai emas yang selalu mendorong anak-anaknya untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi. Ibunya bernama Sufia Khatun, seorang ibu rumah tangga yang menginspirasi Muhammad Yunus untuk berbagi bagi masyarakat miskin di kemudian hari. Ibunya mendatangi ke rumah-rumah warga miskin untuk memberikan bantuan agar terjadi pengurangan kemiskinan.

Muhammad Yunus adalah seorang Professor ekonomi di Universitas Chittagong. Beliau adalah lulusan universitas Dhaka dan mendapatkan beasiswa Fulbright ke Universitas Vanderbilt di Amerika Serikat untuk gelar Ph.D.nya dan meraih gelar Profesornya di Universitas Middle Tennessee State, Amerika Serikat.


Berikut adalah cerita beliau melawan kemiskinan dengan tulus hingga dianugerahi Nobel Perdamaian 2006 yang disampaikan kepada Steven R. Covey dalam bukunya; "the 8th Habit; From Effectiveness to Greatness".

Semua ini bermula tiga puluh tahun yang lalu. Saya mengajar ekonomi di salah satu universitas di Bangladesh. Negeri itu tengah dilanda kelaparan. Saya merasa ngeri sekali. Di situlah saya, mengajarkan teori ekonomi yang muluk-muluk di ruang kelas dengan antusiasme seorang doktor yang baru lulus dari Amerika Serikat. Tetapi, begotu selesai mengajar, saya keluar kelas dan langsung saja melihat kerangka hidup berkeliaran di sekeliling saya, yaitu orang-orang yang sekarat, tinggal menunggu ajal.

Saya merasa bahwa apapun yang telah saya pelajari, apapun yang saya ajarkan, hanya merupakan khayalan, yang tak punya arti bagi kehidupan orang-orang  itu. Karena itu, saya mulai mencoba mengetahui bagaimana orang-orang yang tingga di kampung sebelah kampus universitas kami itu menjalankan kehidupan mereka. Saya ingin tahu apakah ada sesuatu yang dapat saya lakukan sebagai sesama manusia, untuk menunda atau menghentikan kematia, walaupun hanya menyangkut satu orang saja. Saya meninggalkan pola pandang seekor burung, yang memungkinkan kita melihat segalanya jauh dari atas, dari langit. Saya mulai menggunakan pandangan mata seekor cacing, yang berusaha mengetahui apa saja yang terpapar persis di depan mata; mencium baunya, menyentuhnya dan melihat apakah ada sesuatu yang bisa saya lakukan.

Suatu kejadian membelokkan saya ke arah yang serba baru. Saya bertemu dengan seorang wanita yang membuat dingklik dari bambu. Setelah panjang lebar berbicara dengannya, saya menemukan bahwa sehari ibu itu hanya menghasilkan dua sen Dolar Amerika. Saya tak bisa percaya bahwa ada orang yang dapat bekerja begitu keras dan membuat dingklik bambu begitu indah dan hanya mendapatkan penghasilan sebegitu kecil. Dia menjelaskan bahwa karena tidak punya uang untuk membeli bambu, dia harus meminjam dari seorang pedangang dan orang itu memaksakan sebuah aturan bahwa ibu tadi harus menjual dingklik buatannya hanya kepadanya dengan harga yang ditentukan oleh pedagang tadi.

Muhammad Yunus mendengarkan ibu-ibu
peminjam dana dari Bank Grameen.
Itu menjelaskan kenapa ibu tadi hanya mendapatkan penghasilan dua sen per hari. Dengan demikian, wanita itu sebenarnya jelas menjadi pekerja yang terikat oleh pedagang tersebut. Sebenarnya berapa harga bambu itu? Dia bilang, "Oh sekitar dua puluh sen; atau dua puluh lima sen untuk yang baik sekali". Saya berpikir; ada orang yang menderita hanya karena tidak punya uang dua puluh sen, tetapi kemudian saya sampai pada gagasan lain. Saya akan membuat daftar orang-orang yang memerlukan uang seperti ini. Saya mengajak seorang mahasiswa saya dan kami berkeliling kampung selama beberapa hari. Akhirnya kami memeliki daftar empat puluh dua orang seperti wanita tadi. Ketika saya menjumlahkan total uang yang mereka perlukan, saya mendapat kejutan terbesar dalam hidup saya; jumlah total uang tersebut adalah dua puluh tujuh Dolar. Pada saat itu saya sangat malu pada diri saya sendiri, karena menjadi bagian dari suatu masyarakat yang tidak bisa menyediakan uang sejumlah dua puluh tujuh Dolar, bagi empat puluh dua orang yang memiliki keahlian dan semangat untuk kerja keras.

Untuk menghapus rasa malu itu, saya mengamnil uang dari kantong saya dan memberikannya kepada mahasiswa saya tadi. Saya katakan, "ambillah uang ini dan berikan kepada keempat puluh dua orang yang kita temui itu. Katakan kepada mereka ini adalah pinjaman, dan mereka dapat membayarnya kembali kepadaku kapan saja mereka bisa. Nah, sementara itu, mereka dapat menjual produk mereka kepada siapapun yang akan memberikan bayaran yang baik".

Setelah menerima uang itu mereka menjadi sungguh bersemangat. Melihat itu, saya menjadi berpikir, "Apakah yang harus saya lakukan sekarang?". Saya berpikir mengenai cabang bank yang ada di universitas kami dan saya menemui manajernya, serta menyarankan agar dia meminjamkan kepada orang-orang yang telah kami temui di kampung tadi. Dia kaget seperti jatuh dari langit! Katanya; " Anda gila, apa? Itu tidak mungkin. Bagaimana mungkin kami meminjamkan uang kepada orang-orang miskin? Mereka tidak layak untuk menerima kredit."

Saya membujuknya dan bilang, "Sekurang-kurangnya cobalah, siapa tahu...toh uang yang akan terlibat hanya sedikit."

Katanya; "Tidak akan. Aturan kami tidak memungkinkan hal itu. Mereka tidak dapat memberi jaminan dan jumlah sekecil itu juga tidak layak diberikan sebagai pinjaman."

Dia menyarankan kepada saya untuk menemui pejabat yang lebih tinggi, di hierarki perbankan Bangladesh.

Saya mengikuti sarannya dan menerima yang bertugas pada perkreditan. Semua orang mengatakan hal yang sama kepada saya. Setelah beberapa hari berkeliling mencari orang yang dapat diajak bicara, akhirnya saya menawarkan diri sebagai penjamin. "Saya akan menjadi penjamin semua pinjaman itu. Akan saya tandatangani apapun yang harus saya tandatangani. Setelah mendapat uangnya, saya akan menyerahkannya kepada orang-orang yang saya kehendaki."

Jadi, begitulah mulainya. Mereka terus-menerus mengingatkan saya bahwa orang-orang miskin yang menerima uang itu tidak akan mengembalikan setiap sen kepada saya. Saya jadi amat bersemangat dan kembali lagi kepada manajer bank tadi. "Lihat, mereka membayar pinjaman mereka. Jadi tak bakal ada masalah."

Tetapi dia bilang; "Ah, jangan mudah tertipu. Mereka sedang membodohi anda. Coba saja, mereka pasti akan segera meminjam uang lebih besar dan tak akan pernah mengembalikan kepada anda.

Nah, saya pinjamkan uang lebih besar dan pada saatnya mereka mengembalikan pinjamannya. Saya ceritakan itu kepada manager tadi, tapi katanya; "Yah, barangkali anda bisa melakukannya di satu desa, tapi kalau anda melakukannya di dua desa, ini tidak akan jalan."

Saya segera melakukannya untuk dua desa dan ternyata jalan. Begitulah, akhirnya seakan-akan terjadi pergulatan antara diri saya dengan manager bank tadi, juga sejawatnya di posisi struktural yang lebih tinggi. Mereka terus mengatakan bahwa itu tidak akan jalan untuk jumlah yang lebih besar, misalnya lima desa. Karena itu, saya melakukannya untuk lima desa dan ternyata setiap orang mengembalikan pinjamannya. Orang-orang bank tadi masih tidak mau menyerah. Mereka bilang, "Sepuluh desa. Lima puluh desa. Seratus desa."

Jadilah semacam perlombaan di antara saya dan mereka. Setiap kali saya datang kepada mereka, membawa hasil yang tentu tidak mereka tolak, karena uang itu adalah uang mereka, tetapi tetap saja mereka tidak menerima ide saya, karena mereka dididik dengan pemahaman bahwa orang miskin tidak layak untuk mendapatkan pinjaman. Menurut mereka, orang miskin tidak bisa diandalkan. Untungnya, saya tidak dididik seperti itu, sehingga saya bisa mempercayai apa saja yang bisa saya lihat dan temukan, ketika hal-hal menyatakan dirinya sendiri. tetapi, pikiran dan mata orang-orang bank tadi dibutakan oleh pengetahuan yang mereka miliki.

Akhirnya muncul pikiran, kenapa saya harus berusaha membuat mereka yakin? Saya sendiri amat percaya bahwa orang miskin dapat mengambil uang pinjaman dan membayarnya kembali. Kenapa tidak mendirikan bank sendiri? Gagasan ini membuat saya bersemangat, maka saya menulis proposal dan menghadap pemerintah untuk mendapatkan izin untuk mendirikan bank. Saya memerlukan waktu dua tahun untuk meyakinkan pemerintah.

Akhirnya, pada tanggal 2 Oktober 1983 kami menjadi sebuah bank. Bank resmi dan independen. Betapa bersemangatnya kami semua, ketika kami memiliki bank kami sendiri dan kami dapat melakukan ekspansi sekehendak kami. Dan nyatanya kami terus berkembang.

Sekarang usaha beliau tersebut ditiru di 58 negara, termasuk di Amerika Serikat, Prancis, Kanada, Belanda dan Norwegia. Bank tersebut dinamakan Bank Grameen, yang berarti bank desa dengan semangat "Kepercayaan dan Solidaritas". Bank Grameen sekarang telah memiliki 2.564 cabang dengan 19.800 orang staf yang melayani 8.29 juta orang peminjam dari 81.367 desa. Setiap minggu Bank Grameen mendapatkan rata-rata 1,5 juta Dolar Amerika pengembalian cicilan. 97% peminjam adalah wanita, dan 97% peminjam melakukan pembayaran kembali. Dan Recovery Rate ini lebih tinggi dari bank-bank lainnya.

Beliau menerima banyak penghargaan internasional untuk usaha tulus beliau bagi sesama, antara lain adalah;
  1. The Nobel Peace Prize (2006). Muhammad Yunus, Grameen Bank.
  2. The Mohamed Shabdeen Award for Science (1993).
  3. Humanitarian Award (1993).
  4. World Food Prize (1994).
  5. Independece Day Award (1987).
  6. King Hussein Humanitarian Leadership Award (2000).
  7. Volvo Environment Prize (2003).
  8. Nikkei Asia Prize for Regional Growth (2004).
  9. Franklin D. Roosevelt Freedom Award (2006).
  10. The Seoul Peace Prize (2006).


Semangat ketulusan, kepercayaan & solidaritas kepada sesama akhirnya membawa beliau dapat memberikan kebahagiaan tersendiri bagi dirinya dan mendapatkan respek yang besar di dunia internasional, serta dapat mengurangi angka kemiskinan di dunia bagi sesama dan dunia yang lebih baik. Sungguh luar biasa. 

Sumber: 

Covey, Steven R. 2005. The 8th Habit; Melampaui Efektivitas, Menggapai Keagungan. Jakarta: Gramedia. 

"Biography of Dr. Muhammad Yunus" - Grameen-info.org. 23 Desember 2011. http://www.grameen-info.org/index.php option=com_content&task=view&id=329&Itemid=363


"Muhammad Yunus - Biography". Nobelprize.org. 23 Dec 2011 http://www.nobelprize.org/nobel_prizes/peace/laureates/2006/yunus-bio.html

5 komentar:

terapi qolbu mengatakan...

Saya sendiri amat percaya bahwa orang miskin dapat mengambil uang pinjaman dan membayarnya kembali. Kenapa tidak mendirikan bank sendiri? Gagasan ini membuat saya bersemangat.

Siapapun bisa!

Unknown mengatakan...

dia adalah inspirasi bagi orang banyak... pengen ketemu sama pak yunus

stupid monkey mengatakan...

wah om fungky nambah satu lagi ya, semoga aja terus nambah, biar negara ini makin sukses, amin ;)

Unknown mengatakan...

Seorang tokoh yang dapat memberikan inspirasi yang banyak.

asaz mengatakan...

hebat ya orang Bangladesh sudah ada yg dapat Nobel, knp ya Indonesia Belum ada?