Halaman

Jumat, 16 Desember 2016

Kalimantan; Rumah Kita Bersama


Senang hati rasanya melihat pemandangan di Kalimantan yang beragam budayanya dan dengan filsafat “Huma Betang” terbuka menerima siapa saja yang berniat baik.
Banyak perantau dari luar yang datang, menetap dan mencari rezeki di Kalimantan, mendapatkan kehidupannya yang lebih baik di sini daripada di daerah asalnya masing-masing.
Saudara-saudari pendatang kita ini, menyatakan mereka dapat lebih layak hidup di Kalimantan; di mana di daerah asal mereka persaingan sudah sangat ketat, kesempatan pun sudah menjadi sempit dan di sebagian daerah populasi sudah terlalu banyak.
Akan tetapi sayang sekali hal ini seringkali menjadi sedikit gesekan, tetapi tidak pernah menjadi keributan yang luas dan massif sepengetahuan saya pribadi.

Bentuk gesekan ini adalah pendatang dianggap mengambil “rezeki” kaum pribumi Kalimantan, masalah tanah, aset, pekerjaan dan lainnya.
Di era keterbukaan ini, saya sebagai warga Dayak Pribumi, memiliki pemikiran bahwa arus masuk dan keluar sudah jelas tidak bisa ditolak. Karena akses dan arus keluar-masuk manusia, barang dan infromasi adalah salah satu bentuk pendukung kemajuan suatu daerah, tidak terkecuali Kalimantan. Begitupun sebaliknya, tidak sedikit warga Dayak yang bekerja & kuliah keluar daerah Kalimantan, bahkan luar negeri.
Termasuk yang kadang dianggap persoalan adalah saat penerimaan ASN/POLRI/TNI, seringkali berdatangan warga dari luar mendaftarkan dirinya dan pendatang ini lah yang dinyatakan lulus. Termasuk dalam hal membangun UMKM dan usaha lainnya.
Beberapa pihak menyatakan menyayangkan kelulusan tersebut yang cukup didominasi warga dari luar daerah. Hal ini bisa difahami, karena masih banyak warga Kalimantan yang belum memiliki pekerjaan yang cukup layak di “rumahnya sendiri”. Ini adalah bentuk kepedulian, tentu tidak salah sikap ini.
Atau dalam beberapa kesempatan seringkali di masa lalu dan masih ada terjadi di masa sekarang, mencari pekerjaan di Kalimantan hanyalah mencari “status” PNS-ASN/TNI/POLRI, kemudian setelah beberapa tahun mengajukan pindah tugas ke daerah asalnya kembali dengan berbagai alasan. Hal ini tentu sangat disayangkan, karena berdampak pada kekurangan tenaga pada pemerintahan dst.
Akan tetapi pada satu sisi, kita kurang fair pula membatasi bahwa yang boleh mendaftar dan lulus hanya lah warga asli dan/atau yang lahir di Kalimantan saja. Karena bukankah kita selalu mendengung-dengungkan “Bhineka Tunggal Ika” dan “ Huma Betang”? yang berarti semua berhak dan memiliki hak dan kewajiban yang sama selama terpenuhi syarat dan ketentuan yang ditentukan bukan?
Menurut hemat saya, di satu sisi sifat ini adalah menutup diri dari standar persaingan nasional bahkan internasional, apabila kita hanya membatasi persaingan hanya pada internal pribumi saja. Yang artinya kita membatasi dan merendahkan diri sendiri dengan perilaku ini, sehingga kita sendiri sulit berkembang sebagai suatu komunitas dan sebagai suatu daerah.
Solusi terbaik adalah kita sebagai suatu komunitas, organisasi dan pemerintahan daerah dapat memfasilitasi sekolah, pendidikan, pelatihan keterampilan, dan pemberdayaan yang layak, kompetitif dan update. Sehingga dapat menghasilkan produk-produk lokal yang terampil, mampu bersaing dan update. Yang pada hasil akhirnya adalah membangun dan membentuk masyarakat Kalimantan yang update dan kompetitif serta memiliki dampak langsung pada pembangunan daerah Kalimantan.
Persaingan yang sehat harus dibangun, bukan justru dimatikan. Persaingan yang sehat diharapkan dapat mempercepat dan meningkatkan pembangunan non-fisik dan pembangunan fisik.
Tapi di satu sisi, ada pula kebijakan daerah yang mengatur tentang kewajiban penyerapan 50%-70% tenaga kerja asli warga daerah sekitar beroperasinya suatu perusahaan swasta tersebut. Kebijakan seperti ini sangat wajar bagi sektor privat, karena sektor privat di antara lainnya bersifat menyerap tenaga kerja dan pemasukan bagi daerah dalam pandangan kepemerintahan. Tentu beda lagi pandangannya bagi internal masing-masing perusahaan internal.
Sedangkan bagi pemerintahan (ASN/TNI/POLRI), ini rasanya kurang tepat. Karena posisi pegawai pemerintahan tidak sebatas penyerapan tenaga kerja, tetapi juga menjadi fungsi kinerja bagi pemerintahan. Yang memerlukan individu-individu yang terampil, kompetitif, update dan fleksibel.
Sehingga persaingan yang sehat dan terbuka antara pribumi-pendatang haruslah menjadi suatu keharusan bagi daerah dan masyarakatnya agar tercapai kemajuan yang diharapkan.
Sehingga solusi terbaik adalah kita sebagai suatu komunitas, organisasi dan pemerintahan daerah dapat memfasilitasi sekolah, pendidikan, pelatihan keterampilan, dan pemberdayaan yang layak, kompetitif dan update. Sehingga dapat menghasilkan individu-individu yang terampil, mampu bersaing dan update. Yang pada hasil akhirnya adalah membangun dan membentuk masyarakat Kalimantan yang update dan kompetitif serta memiliki dampak langsung pada pembangunan daerah Kalimantan.
Pembangunan softskill dan hardskill seperti ini menjadi tanggungjawab bersama dan juga per-orangan individu, karena setiap orang harus menyadari kekurangannya masing-masing, sehingga dapat mengejar ketertinggalan dan kekurangannya masing-masing. Begitupun bagi sesama harus saling mengupayakan, membantu, mengingatkan dan membantu agar saling mengangkat. Sedangkat otoritas pemerintahan dan/atau komunitas membantu melalui kebijakan, memfasilitasi, sosialisasi, pendidikan, dan banyak lainnya yang masih banyak bisa dilakukan sebagai suatu otoritas.
Dengan upaya seperti ini; persaingan yang sehat dan kompetitif tidak akan menjadi momok menakutkan lagi. Karena masyarakat yang sudah dididik dan diberdayakan dengan baik akan sangat mampu bersaing dengan siapapun yang menjadi saingan berkompetisinya.
Dari sini bisa kita tarik hikmah bahwa persaingan yang sehat dan terbuka sangat diperlukan dalam membentuk masyrakat yang maju, termasuk masyarakat Kalimantan. Sekarang pilihan ada di tangan kita masing-masing untuk memberdayakan diri mengejar ketertinggalan masing-masing dan ikut memajukan daerah atau justru sebaliknya untuk berpangkutangan tanpa terlibat ikut membangun daerah masing-masing.
Mari kita ikut aktif bersama membangun ”Huma Betang” dan “Bhineka Tunggal Ika” dengan cara dan kemampuan masing-masing tanpa saling membeda-bedakan latar belakang demi kemajuan Kalimantan Rumah Kita Bersama.
Tabe

Palangka Raya, 16 Desember 2016
Jeri Ripaldon

Tidak ada komentar: